“Dalam paparannya, Dr. Imelda mengungkapkan data yang dikutip dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Papua Tengah bahwa wilayah ini berada pada zona ekstrim HIV/AIDS. Hingga triwulan pertama tahun ini, total kasus HIV/AIDS mencapai 23.188 jiwa, dengan rincian: Nabire (10.705), Mimika (8.021), Paniai (2.480), Puncak Jaya (949), Dogiyai (689), Deiyai (263), dan Puncak (67). Angka kematian yang tercatat akibat HIV/AIDS mencapai 1.983 jiwa.”
NABIRE, Yapkema.id – Yayasan Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat (YAPKEMA) Papua dan Sekolah Tinggi Teologi (STT) Walterpost Kampus II Nabire menggelar seminar dan edukasi bertajuk “Cegah Dini IMS & HIV/AIDS, Budayakan Gaya Hidup Sehat di Kalangan Muda Papua” pekan lalu, 29 Oktober 2025.
Kegiatan yang berlangsung di Aula STT Walterpost ini adalah kegiatan perdana dari rangkaian kegiatan kolaborasi yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas mahasiswa dalam hal literasi kesehatan, keterampilan ekonomi dan komputer.
Seminar perdana ini adalah bagian dari berbagai upaya membangun kesadaran bahwa banyaknya kematian anak muda Papua di usia produktif saat ini bukanlah hal yang wajar. Siklus hidup yang di permukaan tampak tenang, namun faktanya banyak generasi muda Papua meninggal di usia produktif akibat berbagai faktor, termasuk tingginya kasus Infeksi Menular Seksual (IMS)/HIV/AIDS.
Baca Juga : Mama-Mama Kelola Kebun: Tradisi Yang Melekat Hidup
Pertanyaan renungan yang perlu dijawab adalah antara lain: Mengapa begitu banyak anak muda Papua meninggal terlalu cepat? Apakah fenomena ini normal, atau akibat kelalaian kolektif kita? Dan apa yang dapat kita lakukan bersama untuk mencegahnya?
Pertanyaan-pertanyaan ini juga harus dijawab secara pribadi maupun kolektif oleh para pemangku kebijakan di Papua Tengah. Kebijakan dan aksi nyata untuk menyelamatkan Orang Asli Papua (OAP) dari ancaman HIV/AIDS sangat dibutuhkan segera.
Ketua STT Walterpost Kampus II Nabire, Marthen Dow, dalam pembukaan seminar menegaskan kolaborasi ini sebagai langkah penting. Kegiatan perdana ini dilaksanakan setelah YAPKEMA Papua dan STT Walterpost menandatangani nota kesepahaman kerjasama pada bulan September 2025 lalu.
Ia menilai kegiatan edukasi mengenai pencegahan HIV/AIDS harus dilakukan secara kolektif. “Kegiatan ini luar biasa karena mahasiswa kami mendapat pengetahuan tentang HIV/AIDS, sebagai bekal yang sangat relevan untuk pelayanan di masyarakat,” ujarnya.
Dokter Imelda Dimara, sebagai narasumber utama, mengingatkan para mahasiswa untuk menjaga dirinya. Masa depan Papua 20 tahun mendatang bergantung pada pemahaman kesehatan generasi muda saat ini.
Dalam paparannya ia mengungkapkan data yang dikutip dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Papua Tengah bahwa wilayah ini berada pada zona ekstrim HIV/AIDS. Hingga triwulan pertama tahun ini, total kasus HIV/AIDS mencapai 23.188 jiwa, dengan rincian: Nabire (10.705), Mimika (8.021), Paniai (2.480), Puncak Jaya (949), Dogiyai (689), Deiyai (263), dan Puncak (67). Angka kematian yang tercatat akibat HIV/AIDS mencapai 1.983 jiwa.
Dokter Imelda menjelaskan bahwa Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan kofaktor penularan HIV. Penularan dapat terjadi melalui hubungan seksual tidak aman, dari ibu hamil ke janin, dan melalui alat yang menembus kulit seperti jarum suntik. Perilaku berisiko meliputi hubungan seksual tanpa kondom dengan lebih dari satu pasangan dan hubungan seksual anal.
Baca Juga : Kisah Luka di Balik Pengungsian: Besina Telenggen dan 4 Orang Anaknya
Pencegahan dini ditekankan melalui perilaku seks aman, tidak berbagi jarum suntik, skrining darah donor, program pencegahan penularan dari ibu ke anak, dan kewaspadaan standar bagi tenaga kesehatan. Ia menyebutkan, bagi individu yang terinfeksi, terapi ARV (Anti Retro Viral) disediakan gratis oleh pemerintah. “Anak-anak muda Papua harus saling jaga, saling kasihi, dan saling melindungi. Sebelum menikah, periksa dulu status HIV. Jika positif, jalani pengobatan ARV minimal satu tahun sebelum menikah,” tegas dr. Imelda.
Direktur YAPKEMA Papua, Hanok Herison Pigai, memberi pesan khusus kepada para mahasiswa calon-calon pelayan masyarakat di bidang keagamaan ini. “Materi ini sangat penting bagi anak-anak muda Papua. Memahami materi ini berarti menjaga diri, menjaga pasangan, mencegah penyebaran penyakit menular seksual. Kegiatan seperti ini harus diperbanyak,” katanya.
Direktur YAPKEMA Papua, Hanok Herison Pigai menyampaikan pesan-pesan penutup kepada peserta Seminar Kesehatan (Dok. Yapkema).
Herison Pigai juga memastikan melalui kolaborasi ini YAPKEMA akan membantu pihak kampus membentuk kelompok-kelompok belajar dan kewirausahaan di STT Walterpost. Sehingga para mahasiswa tak saja diasuh secara teologi sekaligus diasah dengan literasi kesehatan, keterampilan ekonomi dan teknologi.
Mis Murib, Manajer Kepemudaan YAPKEMA Papua, menyatakan kesiapan yayasan untuk mendampingi para mahasiswa yang tertarik terlibat dalam kelompok-kelompok tersebut. STT Walterpost akan menjadi pilot project kolaborasi strategis pertama antara Yapkema dan kampus di Nabire. Melalui kolaborasi ini, YAPKEMA akan membentuk kelompok-kelompok belajar ekonomi, literasi komputer, dan literasi kesehatan di kampus tersebut.
Kegiatan ditutup dengan sesi tanya jawab dan kesimpulan yang menegaskan pentingnya pola hidup sehat, tanggung jawab, dan solidaritas sosial untuk menyelamatkan masa depan generasi Papua.
Yapkema juga memberikan cinderamata berupa stiker-stiker penyadaran, serta tas jinjing yang berisi pesan moral untuk menyayangi diri, menjaga tubuh dan melindungi tanah.
Para peserta diskusi berfoto bersama dan membawa pulang satu kantong pangan asli sehat yang berisi pisang, jagung dan kacang rebus, yang disiapkan oleh Mama-mama dampingan komunitas Ko’membaca di Samabusa, Nabire.(*)
Oleh : Mis Murib/Yapkema
