Yayasan Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat Papua

Beranda>Cerita Dari Lapangan>Terjebak Kaco di Dogiyai: “Yang Jaga Juga Sa Pu Sodara-sodara, Jadi Tetap Dong Suruh Tong Lewat”

Terjebak Kaco di Dogiyai: “Yang Jaga Juga Sa Pu Sodara-sodara, Jadi Tetap Dong Suruh Tong Lewat”

Moanemani, Dogiyai
Moanemani, Dogiyai
“Pas sa keluar, langsung sa mata perih sekali karena kena gas air mata yang dong tembak. Lalu sa bawa bocil masuk kembali.”

Minggu malam itu, 10 Agustus 2025, kami terpaksa menginap di salah satu ruang kerja Kantor Dukcapil, Moanemani, Kabupaten Dogiyai. Pulang ke rumah di Kampung Idakotu melalui Ekemanida adalah hal mustahil di tengah asap dari gas air mata dan lemparan batu.

Kami berdua, saya dan anak saya, tidak menduga akan terjebak dalam situasi ini. Rupanya Minggu malam itu Monemeni Dogiyai rusuh. Katanya ada salah paham soal hp di kios penjual HP, hingga jatuh korban. Entah bagaimana cerita yang sebenarnya, situasi pecah menjadi rusuh sejak dari siang. Lempar melempar batu, juga tembakan.

Yang saya lihat hanya saat aparat keamanan merespons dengan tembakan gas air mata pada malam itu. Jalanan tegang, lalu mulai palang memalang.

Kami berdua menunggu saja di pondok-pondok dekat Polres Dogiyai. Diajak masuk ke Polres, tapi saya rasa lebih aman sama-sama beberapa saudara penumpang lain yang tidak bisa melanjutkan perjalanan ke Deiyai.

Begini ceritanya.

* * *

Air Panas di Kilo 100

Bermula ketika saya dan anak laki-laki saya (5th), seharusnya pulang dari Nabire sejak hari Sabtu. Tetapi karena satu dan lain hal, kami dua putuskan pulang ke Moanemani Dogiyai pada Minggu. Apalagi Hari Senin saya sudah harus kembali kerja, mengajar di TK-PAUD Anugerah Ekemanida, Dogiyai.

Minggu siang sekitar pukul 1.30 WP, kami dua berangkat dari kantor yayasan di Wonorejo ke Dogiyai dengan menumpang Hilux.

Ibu guru Ruth dan anaknya sudah di atas mobil menumpang Hilux yang menuju Dogiyai, Deiyai, Paniai pada Minggu siang, 10 Agustus 2025 (HD/Yapkema)
Ibu guru Ruth dan anaknya sudah di atas mobil menumpang Hilux yang menuju Dogiyai, Deiyai, Paniai pada Minggu siang, 10 Agustus 2025 (HD/Yapkema)

Sebenarnya saya ingat, orang tua bilang tidak boleh kalau naik (pergi ke Dogiyai) hari Minggu. Karena orang tua saya selalu bilang hari Minggu itu harinya istirahat untuk kita, hanya ibadah sembayang. Kalau pun harus keluar, hanya untuk kegiatan rohani saja.

Sebelum berangkat itu saya sudah pikir takut-takut nanti kena musibah begitu, karena hari Minggu kitong naik. Tapi akhirnya mobil Hilux datang jemput, dan kami naik ke Dogiyai duduk di bagian belakang bak terbuka menikmati angin.

Di sepanjang jalan ini, kami senang sekali karena baru pertama kali ikut mobil blakos (belakang kosong atau bak terbuka–ed), dan duduk di belakang. Biasanya pasti duduk di kursi penumpang di bagian dalam atau juga ikut kendaraan yang sudah disiapkan dari yayasan.

Di perjalanan itu saya putar lagu dengan speaker, saya rekam anak yang duduk sendiri sambil pegang besi pengaman yang dong pake bikin pagar keliling di Hilux pu belakang. Jadi saya tanya bocil, “Bagaimana, ko senang?” De bilang, “Io, senang, tapi sa cape karena tidak bisa duduk baik-baik”.

Anaknya Ibu guru, sedang menikmati perjalanan di atas mobi pada minggu siang, 10 Agustus 2025. (Ruth/Yapkema)
Anaknya Ibu guru, sedang menikmati perjalanan di atas mobi pada minggu siang, 10 Agustus 2025. (Ruth/Yapkema)

Singkat cerita, jam 3 sore kami sampai di Kilo 100, tempat persinggahan para penumpang Jalan Trans Dogiyai-Deyai-Paniai. Penumpang semua turun dan kebetulan kami dua ada bawa pop mie. Rencananya, kami hanya mau pesan minum terus nanti beli air panas untuk siram pop mie.

Di warung tempat mobil kami parkir itu, kami dua masuk. Kami tanya Mas satu, de bilang 5 ribu untuk air panas untuk 1 pop mie. Sa bilang oke Mas, tapi macam Mas ini de respons lambat dan semua yang kerja di warung ini saat kita bicara sama dong, macam dong terlalu sibuk jadi, sudah, saya putuskan keluar saja biar di warung yang lain saja.

Kami dua jalan ke warung ke-2. Begini tanya ke Bude satu, de bilang air panas untuk 1 pop mie 10 ribu, jadi 2 pop mie itu 20 ribu! Sa langsung bilang: “Wii bude, air panas mahal sekali eeh.” Sudah, sa jalan keluar saja karna sa takut kalau sa lama di dalam nanti sa bisa ceramah bude dia karena harga air panas yang mahal itu.

Sambil jalan keluar dari warung, sa lihat di sebelahnya ada kios yang ada atur pop mie di atas meja jualannya. Jadi sudah, sa putuskan ke kios itu, saya tanya bude: “Di sini bisa beli air panas ka? Kebetulan saya punya pop mie jadi saya hanya butuh air panas saja.” Bude de langsung jawab: “Oh, air panas ambil saja. Ada di termos atas meja. Gratis. Sa tanya ulang lagi, “Bha gratis ini bude? Benar?” De bilang, “Io, gratis.”

Sa langsung bilang Puji TUHAN, bude satu ini baik sekali. Setelah itu kami siram pop mie dan pesan air es. Saat kami dua duduk makan, sa bilang sama sa anak, orang yang punya kios ini orang baik. Bocil lalu tanya, “Mama tadi bayar air panas berapa?” Sa jawab, “Bude kasih gratis.”

Sa sambil makan itu sa pikir untuk berdoa buat bude de pu kios ini karena de baik sekali, kasih kami air panas. Sebentar kemudian, pas kitong ada makan begini, sopir satu yang datang beli rokok dan sa dengar itu rokok harga 53 ribu 1 bungkus. Terus begini bude tanya mau beli berapa, sopir de jawab (beli) 6 bungkus.

Sioh saja. 6X53 ribu + minuman dingin + cemilan yang sopir de beli itu bude de panen betul. Sa langsung senyum sendiri, baru sa bicara ke sa diri sendiri: “Ko sudah lihat itu kalau orang buat baik tetap TUHAN kasih BERKAT, karena memang dari tadi kios ini sepi trada yang datang beli. Orang-orang singgah di warung-warung sebelahnya saja. Padahal kios bude ini juga jual pop mie siram, mie goreng dan mie rebus. Dari kejadian ini sa bilang, bukti kebaikan TUHAN selalu nyata.

Ibu guru sedang memberikan kelas tambahan pengenalan huruf dan angka di rumah kepada anak-anak TK PAUD Anugerah yang belum bisa. (HD/Yapkema)
Ibu guru sedang memberikan kelas tambahan pengenalan huruf dan angka di rumah kepada anak-anak TK PAUD Anugerah yang belum bisa. (HD/Yapkema)

Selesai makan kami kembali ke mobil. Sudah jam 4 lewat menunggu sopir lama sekali karena dia masih duduk santai di warung. Saya dengan penumpang lain lalu bilang, “Adoh cepat sudah kah, jangan lama-lama supaya kitong sampe tempo.” Akhirnya kami jalan jam 5 dari kilo 100 menuju Dogiyai.

Sepanjang jalan ini saya tinggal bilang TUHAN, tolong jangan kasih hujan deras kah, karena hamba dan anak hamba duduk di belakang. Puji TUHAN kami hanya dapat hujan rintik-rintik saja, itu pun tidak terlalu lama. Setelah itu kami pun sempat lihat pelangi. Saya bilang lagi, memang TUHAN baik sekali kabulkan sa pu doa-doa untuk perjalanan ini.

* * *

Gas Air Mata di Moanemani

Tepat jam 7 malam kitong masuk Dogiyai. Sampai depan Polres, kitong disuruh berhenti karena ada kaco. Dan tong semua dalam mobil ini kaget, karena dari tadi di kilo 100 dan sepanjang jalan yang kitong baku lewat deng kendaraan-kendaraan yang turun itu trada yang kasih tau kalau ada kaco di Dogiyai.

Kitong tetap duduk di atas mobil sambil tunggu-tunggu info selanjutnya bisa lewat atau tidak. Begini bunyi tembakan pecah. Jadi semua dong bilang turun dulu, kita tunggu di sini dulu. Kebetulan sa dengan kaka perempuan satu deng anak kecilnya ini kami penumpang Dogiyai.

Kami deng 2 bocil turun berdiri di pinggir jalan bersama penumpang lainnya. Karena baterai lemah, kami cari tumpangan untuk cas hp. Begitu, kitong dua lihat ada rumah yang dijaga 2 orang bapak yang sedang duduk. Kami dua minta permisi untuk cas hp. Dong suruh kami masuk dan cas hp di ruangan samping.

HP menyala lalu saya telepon adik laki-laki untuk tanya keadaannya, karena ade de tinggal sendiri di Idakotu. Lalu sa bilang ke bocil, nanti baterai sudah 50% kitong dua ke orang gereja sebelah untuk numpang tidur.

Dalam keadaan sedang cas HP begini, bunyi tembakan berulang-ulang terdengar. Pas sa keluar, langsung sa mata perih sekali karena kena gas air mata yang dong tembak. Lalu sa bawa bocil masuk kembali ke dalam ruangan tenpat cas hp itu. Kami duduk makan biskuit, minum air, begini tiba-tiba tembakan kembali bunyi berulang-ulang dan ada yang berteriak-teriak dalam bahasa daerah Mee.

Foto dari dalam ruangan kantor yang kami tempati untuk tidur, terlihat apparat sambil menembakkan peluru ke udara, berkumpul di depan kantor Dukcapil pada minggu malam, 10 Agustus 2025. (Ruth/Yapkema)
Foto dari dalam ruangan kantor yang kami tempati untuk tidur, terlihat apparat sambil menembakkan peluru ke udara, berkumpul di depan kantor Dukcapil pada minggu malam, 10 Agustus 2025. (Ruth/Yapkema)

Lalu ada om satu yang di Kantor Dukcapil panggil kami dua untuk masuk ke dalam kantor. Karena biasanya setelah itu nanti massa turun ke jalan. Akhirnya kami dua masuk ke dalam sambil bunyi tembakan terus berulang disertai suara teriakan yang bikin bocil takut dan gementar juga. Sa bilang dia tenang, aman, TUHAN ada jaga kita dua.

Tidak lama kemudian, situasi mulai mereda. Mobil hilux yang kami tumpangi bilang dong mau lanjutkan perjalanan ke Deiyai dan Paniai jadi sopir pastikan kami ikut atau tinggal. Saya bilang, “Kami sudah dekat rumah, hanya saja kompleks kami tinggal ini kalau ada kaco begini pasti penjagaan dan palang. Jadi biar sudah kami dua duduk di sini sampai pagi baru jalan.” Lalu mobil hilux pun beranjak melanjutkan perjalanan.

Sementara, kitong dua bermalam di tempat itu. Om di kantor Dukcapil itu bilang, karena memang sudah jam 11 malam, kami dua dipersilahkan tidur di tempat yang biasa anak-anak Operator kantor Dukcapil pakai istirahat. Lalu kami pun masuk dan akhirnya beristirahat.

* * *

Pikul Karton ke Idakotu

Akhirnya pagi tiba.

Jam 5 pagi tong 2 bangun siap-siap pulang ke Idakotu. Kampung Idakotu terletak di bagian utara dan berjarak sekitar 4 sampai 5 kilo dari tempat kami nginap. Dari depan bandara, sebelah kantor cabang Bank Papua, masih harus terus ke atas lagi melewati kampung Ekemanida.

Jam 5.30 WP kami sudah jalan keluar, pikul noken deng karton dua. Dua karton itu berisi Alat Tulis Kantor dan perlengkapan sekolah yang sekalian kami belanja di Nabire. Rencananya kalau ada ojek, kami mau ikut naik melalui jalan potong. Tapi tunggu menunggu ojek, tidak ada yang lewat.

Kondisi jalan raya yang sudah dipalang di depan bandara (Ruth/Yapkema)
Kondisi jalan raya yang sudah dipalang di depan bandara (Ruth/Yapkema)

Akhirnya kami dua jalan kaki. Begini kami ketemu om Polisi.

https://www.nabire.net/berangsur-kondusif-polres-dogiyai-ajak-kepala-kampung-dan-distrik-jaga-kamtibmas-tetap-aman/

“Selamat pagi, mau ke mana? Tidak bisa lewat karena ada palang. Jadi tunggu palang buka dulu baru lewat,” kata om Polisi.

“Aduh maaf bapa polisi, saya mau pulang ke Idakotu ini, saya tetap mau lewat. Saya sudah capek tunggu (sejak semalam), saya sudah ingat rumah, jadi,” kata saya.

“Ya ampun, itu (lokasi) yang parah, dong ada jaga depan jalan masuk Ekemanida itu,” lanjut om Polisi.

“Oh trapapa, bapa. Yang jaga itu biasa akom (anak kompleks) jadi saya tetap lewat saja,” lanjut saya.

“Dikasih tau baik karena (kamu) bukan orang sini to, nanti dong suruh balik,” kata om polisi lagi.

“Sa orang Papua bapa, dan yang jaga juga sa pu sodara-sodara, jadi tetap dong suruh sa lewat,” kata saya.

“Aduh terserah sudah.” Om polisi akhirnya tidak bicara lagi.

Lalu kitong dua jalan ambil jalan potong yang tembus ke Ekemanida. Kitong jalan kaki pelan-pelan ke arah Ekemanida sambil pegang beban barang-barang perlengkapan sekolah TK Anugerah. Sa jalan ditemani bocil cerewet yang punya pertanyaan terlalu banyak ini.

https://www.nabire.net/aparat-keamanan-bongkar-palang-dan-amankan-dogiyai/

Kitong jalan sampe akhirnya jumpa ade perempuan satu, de datang bantu kami dua pikul noken. Kami lewat depan jalan masuk Ekemanida begini, dong ada pasang tali.

Sa bilang, “Kaka, selamat pagi.”

Dong bilang, “Pagi.”

Terus tong lewat saja naik menuju Idakotu. Kami 3 jalan sama-sama hingga tiba selamat di Idakotu tercinta.

Dalam hati saya memanjatkan syukur.

TUHAN yang sertai itu, tetap aman.

Sampai tujuan.

Oleh : Ruth/Yapkema

Bagikan Artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *