
Siang itu, Jumat, 11 Juli 2025 di Lapangan Karel Gobay, Enarotali, Kabupaten Paniai, tempat peristirahatan terakhir 4 pelajar korban pelanggaran HAM berat Paniai atau Paniai Berdarah, ratusan pelajar mahasiswa melakukan aksi protes damai menolak wacana pembentukan daerah otonomi baru (DOB) Kabupaten Paniai.
Para pelajar dan mahasiswa juga menolak wacana masuknya investasi sumber daya alam secara gelap tanpa konsultasi dengan masyarakat adat pemilik kawasan.
Wacana DOB Paniai yang ditanggapi para mahasiswa pelajar ini bersumber dari pemberitaan media online yang menyebutkan bahwa usulan DOB kabupaten-kabupaten di Papua Tengah oleh Gubernur Papua Tengah, Meki F Nawipa, yang disampaikan saat pemaparan laporan dalam Kunjungan Kerja (Kunker) Komisi II DPR RI yang digelar dalam rangka evaluasi perkembangan Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua Tengah di Timika, awal Mei lalu.
Aksi protes damai ini, selain bersikap menolak terhadap wacana dan rencana DOB, juga merespon isu-isu terkait rencana operasi bisnis tambang, atau yang diduga memiliki wilayah operasi tambang ilegal.

Jika informasi tidak jelas, upaya transparansi informasi dari pemerintah tidak ada, sosialisasi yang benar dari pihak-pihak yang berwenang juga tidak ada, maka rakyat tentu boleh menduga bahwa ide pemekaran ini dimunculkan oleh para elit politik, gubernur dan kelompok tertentu yang dijadikan kepanjangan tangannya.
Kami menyebutnya investasi gelap, karena ijinnya tidak jelas alias gelap, baik oleh masyarakat setempat maupun oleh pemerintah.
Dugaan para pelajar dan mahasiswa ini tentu tidak sembarangan. Oleh karena itu mereka melakukan aksi protes damai, agar pemerintah menjawab, memberi klarifikasi atau mungkin sosialisasi jika memang benar. Rakyat punya hak atas informasi apapun yang terkait kebijakan publik.
Saya salah seorang peserta aksi pada Jumat itu. Dalam orasi saya menegaskan bahwa isu pemekaran dan rencana bisnis perusahaan apapun aspirasinya harus datang dari masyarakat akar rumput sendiri yang secara alami mempunyai hak kodrat, mempunyai wilayah sejak kelahirannya. Tidak boleh hak ulayat itu kemudian diklaim oleh kekuasaan adminstratif pemerintah untuk memekarkan ataupun memberikan izin sepihak untuk wilayah operasi bisnis tambang.
Dalam kesempatan itu, Kepala suku Paniai juga menyampaikan usulannya agar lebih baik berkonsentrasi memperbaiki pemerintahan yang sudah ada. Tidak ada kebutuhan mendesak untuk memekarkan apapun, yang jika dipaksakan justru akan menambah masalah lainnya.
Seruan serupa lainnya datang dari perwakilan perempuan Paniai, bahwa jika pemekaran datang dan dipaksakan maka akan menggangu wilayah-wilayah sumber-sumber kehidupannya, termasuk perempuan.
Sementara dari pandangan mahasiswa, pemekaran wilayah atau DOB hanya akan menjadi lahan penguasaan baru bagi pendatang, khususnya yang memiliki pendidikan lebih tinggi berpotensi merebut kesempatan bagi para penduduk asli.
Isu pemekaran ini sangat aneh sebenarnya, karena evaluasi terhadap pemekaran DOB Papua sebelumnya pun masih menempel di telinga kita. Dr. Agus Sumule, pemerhati pendidikan dan otonomi khusus Papua bahkan menyimpulkan bahwa pempekaran belum siap secara sumber daya manusia terutama di kawasan pegunungan Papua Tengah.
Maka jangan salahkan masyarakat jika isu pemekaran dipandang sebagai penipuan penguasa demi kepentingan Jakarta. “(Pemekaran) yang dirancang oleh Jakarta, kita menjadi terlempar di atas negeri kita sendiri” kata seorang orator perwakilan KNPB.
Oleh karena itu perwakilan masyarakat Paniai pada kesempatan aksi damai itu menyerukan penolakan terhadap DOB: “Sementara ini satu kabupaten saja kita menangis. Kabupaten lain kita bisa terima karena pengangguran banyak, tetapi satu kabupaten saja sakit, cacat hukum. Maka saya sebagai orang tua sementara, tidak menerima pemekaran”.
Aksi berlangsung lebih dari satu jam dalam pantauan ketat berbagai jenis aparat keamanan. Demonstran melangsungkan orasi-orasi dipandu oleh kordinator lapangan. Orasi-orasi bergantian dari setiap perwakilan tokoh, diantaranya tokoh masyarakat, kepala suku, tokoh masyarakat adat, tokoh prempuan, tokoh agama dan intelektual adat dan gerakan kiri termasuk Komite Nasional Papua Barat.
Setiap aspirasi dari perwakilan dan setiap orator menyampaikan sikapnya menolak rencana operasi tambanh di wilayah Kabupaten Paniai dan rencana DOB Kabupaten Paniai diantaranya pemekaran Kabupaten Paniai Timur, Kabupaten Paniai Delama Atau Moni dan Kabupaten Paniai Barat.
Pada puncak kegiatan, penanggung jawab dan perwakilan tokoh menandatangani pernyataan penolakan rencana operasi bisnis tambang dan pemekaran DOB. Kemudian dilanjutkan dengan penyerahan pernyataan tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Paniai.
DPRK menyambut aspirasi tersebut dengan janji akan menindaklanjutinya kepada pihak yang bersangkutan.
Oleh : Pigai Wegobi M